/jquery.min.js' type='text/javascript'/>

Monday, 9 March 2015

SMK MODEL Trand baru SMK Rujukan

Agar pendidikan kejuruan tetap selaras dengan kebutuhan masyarakat, King & Palmer (2010) berpendapat bahwa abad 21 memerlukan reformasi fungsi pendidikan kejuruan. Untuk Indonesia, pendapat mereka bukanlah hal baru karena pada tahun1998 Direktorat Pembinaan SMK telah melakukan reformasi dengan konsepnya yang disebut Skills Toward 2020 yang intinya bahwa SMK harus bebasis demand dri- ven (berbasis kebutuhan dunia kerja dengan se- gala variasi jenis-jenisnya). Skills Toward 2020 juga sangat selaras dengan saran UNESCO (1984) bahwa pendidikan kejuruan agar menata ulang   organisasi   dan   koordinasinya   dengan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan SMK Model agar menekankan keselarasannya dengan kebutuhan masyarakat. Itulah sebabnya, pengembangan SMK Model  agar mencakup 13 fungsi majemuk sebagai berikut.
Pertama, 
SMK Model dapat berfungsi mengembangkan program-program unggulan mutu lulusannya yang dapat dirujuk oleh SMK- SMK lain di Indonesia. Program-program ung- gulan yang dimaksud, dalam bahasa ekonomi, adalah what to produce, how to produce, and for whom yang selaras dengan aneka ragam ke- butuhan pembangunan ekonomi dan kebutuhan masyarakat melalui enam kelompok kejuruan, yaitu: (1) teknologi dan rekayasa; (2) teknologi informasi dan komunikasi; (3) kesehatan; (4) seni, kerajinan, dan pariwisata; (5) agrobisnis dan teknologi; dan (6) bisnis dan manajemen. Untuk menghasilkan mutu lulusan yang unggul, SMK Model harus menunjukkan kehebatan-ke- hebatan dalam manajemen sekolah yang dibuk- tikan oleh 8P yaitu: (1) perencanaan yang sela- ras dengan kebutuhan dunia kerja; (2) pengor- ganisasian yang mengacu fungsi; (3) pelaksana- an yang efektif dan efisien; (4) pengkoordinasi- an yang solid; (5) pemantauan dan pengeva- luasian yang tepat; (6) pengembangan sekolah yang futuristik; (7) pemasaran yang mampu menarik masyarakat untuk belajar ke SMK dan yang mampu meyakinkan dunia kerja untuk merekrut lulusannya; dan (8) penempatan sekolahnya  dalam posisi  unggul  dibanding  SMK- SMK lainnya (school positioning). Oleh karena itu, kisah-kisah sukses yang dialami oleh SMK Model harus dibukukan dan disebarluaskan ke SMK-SMK lain di Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari tugas dan fungsinya sebagai SMK Model.
Kedua,
SMK  Model  dapat  mendirikan unit usaha di sekolahnya yang produknya bisa berupa barang dan/atau jasa dan siswanya bek- erja di unit usaha ini sebagai karyawan atas bimbingan gurunya. Unit usaha ini dapat berbentuk badan usaha atau koperasi. SMK semacam ini berfungsi sebagai pusat pengem- bangan unit produksi/teaching factory/industrial based education model. Untuk menjadi teaching  factory, SMK harus mampu  menyelenggarakan usaha bisnis/perusahaan dan ditun- tut menjalankan fungsi-fungsi baku perusahaan, yaitu manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen personalia, manajemen ke- uangan, manajemen peralatan dan perbekalan, prinsip-prinsip akuntansi, dan inti manajemen (general manager). SMK semacam ini harus menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berbasis dunia kerja (experiential educa- tion/work based  learning/hand on  experience) utamanya adalah production based learning (belajar membuat barang jadi yang marketable) yaitu belajar melalui kerja yang sungguhan seperti yang terjadi di  dunia  kerja bisnis dan bukan belajar yang sifatnya tiruan (artifisial).
Ketiga,
SMK  dapat  berfungsi  sebagai teaching industry yaitu SMK bekerja sama de- ngan industri dengan menyediakan tempat bagi industri untuk memproduksi barang sesuai de- ngan yang diproduksi oleh industri bersang- kutan. Guru dan siswa SMK membuat produk atas bimbingan karyawan industri. Dengan cara ini SMK dapat memperoleh transfer of know- ledge dan lisensi dari industri untuk mempro- duk barang dan memasarkannya secara terbatas. SMK-SMK yang telah menjalankan teaching industry misalnya  SMK-Kanzen,  SMK-Zyrex, dan SMK-Advan. 
Keempat 
SMK Model dapat berfungsi sebagai mitra perusahaan dalam pelatihan kerja karyawan  perusahaan.  Perusahaan-perusahaan di Indonesia selalu mengalokasikan dana untuk meningkatkan dan memutakhirkan keterampil- an karyawannya agar lebih produktif. Jika SMk Model  mampu  menawarkan program-program pelatihan kerja yang selaras dengan kebutuhan perusahaan, maka banyak  perusahaan   yang ingin menjadi mitra SMK Model. Untuk itu, SMK Model harus benar-benar memiliki pro- gram-program yang berhimpitan/sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dengan demikian, kemi- traan/hubungan dan kedekatan dengan perusa- haan merupakan keniscayaan bagi SMK Model.
Kelima, 
SMK Model dapat berfungsi sebagai  pusat  pelatihan  kerja  bagi  siapa  saja yang membutuhkannya dan yang dapat untung darinya,   terutama   para   pengganggur/pencari kerja atau mereka yang ingin meningkatkan keterampilannya. Untuk itu, SMK Model harus memiliki program-program keterampilan jang- ka pendek (short training) yang bervariasi/ beragam sesuai dengan kebutuhan para pe- nganggur atau siapa saja yang membutuhkan- nya dalam rangka meningkatkan keterampilan kejuruannya.
Keenam, 
SMK Model dapat berfungsi sebagai community college yang menyeleng- garakan kursus-kursus pendek keterampilan kejuruan/vokasi dan menyelenggarakan Diplo- ma 1, Diploma 2, dan Diploma 3 sebagai transit untuk melanjutkan ke universitas (berfungsi sebagai transfer education, career education, and continuing education). Mengingat community college merupakan kewenangan perguruan tinggi,  maka  penyelenggaraan  community college harus dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi lokal terutama dengan program diploma dan politeknik atau polibisnis (sharing). SMK Model menyediakan sumber daya  manusia (pendidik) dan sarana dan pra- sarana untuk mendukung pembelajaran, sedang perguruan tinggi menyediakan program-pro- gramnya (kurikulumnya) dan pengeluaran ijasahnya. Mengingat sumber daya  manusia dan sumber daya selebihnya adalah milik SMK Model,  maka  perhitungan  biaya  kerja  sama disepakati, yaitu siapa membiayai berapa ba- nyak dan untuk apa.
Ketujuh, 
SMK Model dapat berfungsi sebagai pusat pelatihan kewirausahaan (pusat pelatihan wirausahawan/pengusaha) bagi siapa saja yang ingin memulai/belajar ulang/mengem- bangkan usahanya, baik usaha mikoro, kecil maupun menengah. Sebagai entrepreneurship center, SMK Model harus menguasai cara-cara berusaha  yang  berbasis  ilmu  ekonomi  yaitu what  to  produce, how to  produce,  and  for whom. SMK Model harus mampu mengajarkan manajemen produksi, manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, manajemen peralatan dan perbekalan, manajemen keuang- an, akuntansi, dan inti manajemen. Lebih rinci- nya, SMK harus menyelenggarakan pelatihan wirausahawan yang mencakup dua belas fungsi baku perusahaan, yaitu: produksi, perencanaan produksi, riset dan pengembangan produksi, transaksi, perebutan pelanggan, perencanaan pemasaran,  riset  pasar  dan pemasaran,  mana- jemen personalia, manajemen keuangan, mana- jemen peralatan dan perlengkapan serta perbe- kalan, manajemen akuntansi, dan inti manajemen.
Kedelapan, 
SMK Model dapat berfungsi sebagai tempat pelatihan praktik bagi SMK- SMK lain, baik untuk guru-gurunya maupun siswa-siswanya. Dulu pernah ada Balai Latihan Pendidikan Teknik (BLPT) yang berfungsi se- macam  ini,  tetapi  pudar  karena  pengelolaan yang tidak efektif dan inefisien. Model seperti BLPT ini dapat difungsikan lagi melalui SMK Model karena  model BLPT  ini sangat efisien dengan diterapkannya resource sharing dan penggunaan fasilitas secara maksimal.
Kesembilan, 
SMK Model dapat berfung- si sebagai pusat  produksi (production center) khususnya produk-produk yang berbasis keunggulan lokal yang tidak dimiliki oleh daerah- daerah lain dan bahkan negara-negara lain. Produk-produk unggulan lokal dapat dipasarkan ke daerah-daerah lain dan bahkan ke manca negara karena produk-produk ini memiliki daya saing komparatif tinggi karena keunikan dan keistimewaannya yang   tidak dimiliki oleh  daerah-daerah lain dan negara-negara lain. Tantangan utama yang dihadapi oleh SMK Model sebagai production center adalah pemasaran karena sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak diperbolehkan menjual produk- produknya kepublik, layaknya seperti perusahaan. Jalan keluar yang rasional adalah dengan menjadikan SMK Model sebagai Badan Layanan Umum (BLU) atau bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan di sekitarnya dalam kepemilikan lisensi terbatas untuk memproduksi dan memasarkan barang/jasa dari hasil kerja sama.
Kesepuluh,  
Mengingat  ketersediaan  kemampuan sumber daya manusia (guru) dan kelengkapan fasilitas yang dimiliki oleh SMK Model, maka SMK Model dapat berfungsi sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dan Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebagai kepan- jangan tangan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004. Tentu saja  pelaksanaan  sertifikasi  kompetensi  kerja dan  uji  kompetensi  didasarkan atas  peraturan perundang-undangan. Untuk menjalankan fung- si tersebut, SMK Model harus bekerja sama dengan BNSP.
Kesebelas, 
SMK Model dapat berfungsi sebagai pusat informasi pasar kerja/bursa kerja khusus (BKK) yang diupayakan melalui kerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Trans- migrasi setempat. Jika fungsi ini dijalankan de- ngan baik, maka transisi dari SMK Model ke dunia kerja akan lancar sehingga mampu me- ngurangi masa tunggu kerja atau mengurangi lama pengangguran. Untuk itu, bersama-sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat, SMK Model agar membangun sistem informasi pasar kerja yang mutakhir dan akurat. Agar fungsi BKK benar-benar dapat memper- lancar  transisi  peserta  didik  SMK  ke dunia kerja, maka guru bimbingan dan konseling kejuruan dituntut untuk mencari informasi lo- wongan pekerjaan  yang  meliputi  jenis  peker- jaan dan persyaratan untuk melamarnya dan ini harus diinformasikan ke siswa-siswa SMK yang hampir lulus atau bahkan diajarkan sejak dini agar siswa-siswa menyiapkan dirinya sejak dini untuk memasuki dunia kerja.
Kedua belas, 
SMK Model dapat berfung- si sebagai pusat pengembangan bahan pelatih- an. Bahan-bahan pelatihan kerja berbasis kom- petensi sangat dibutuhkan oleh SMK-SMK dan pusat-pusat pelatihan kerja, namun sampai saat ini  keberadaannya  masih  langka kecuali pada perusahaan-perusahaan besar yang telah mapan. Pusat-pusat   pengembangan   bahan   pelatihan kerja dapat didirikan di SMK Model karena ke- tersediaan sumber daya manusia dan fasilitas- nya.
Ketigabelas,
Mengingat keseterdiaan sumber daya manusia dan fasilitasnya,  SMK Model dapat berfungsi sebagai pusat penyiapan calon- calon tenaga kerja internasional (TKI) agar te- rampil, luwes, melek teknologi, mampu ber- bahasa asing, dan mampu bergaul dengan keragaman budaya lintas bangsa. Untuk itu, SMK Model dituntut untuk memiliki wawasan global, terutama wawasan tentang tenaga kerja yang dibutuhkan  oleh  negara-negara lain serta persyaratan-persyaratan untuk memasukinya.
Sumber : Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1

Lima kondisi urgent SMK

PERTAMA, 
Sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi- fungsi lain yang juga tidak kalah penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya pe- latihan bagi penganggur, pelatihan bagi kar- yawan perusahaan, pengembangan unit produk- si/teaching factory, industri masuk SMK/teach- ing industry, lembaga sertifikasi profesi (LSP), tempat uji kompetensi (TUK), dan pengem- bangan bahan pelatihan. Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru dan fasilitas sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi idle capacity/under utilization. 
KEDUA, 
Kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu sebagai pekerja/kar- yawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Padahal, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Trans- migrasi (2010), lulusan SMK yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30% dan yang 70% bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan dengan baik oleh SMK. Oleh karena itu, SMK harus menyiapkan siswanya untuk menjadi karyawan dan wirausahawan/pengusaha. 
KETIGA, 
SMK kurang cepat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan pembangunan ekonomi tingkat lokal, nasional, regional, dan interna- sional. Potensi ekonomi lokal, kekayaan sumber daya natural dan kultural, dan persaingan regional dan global belum ditanggapi secara cepat, cekat, dan tepat. Jika demikian, peran SMK terhadap pembangunan ekonomi tidak akan optimal. 
KE EMPAT,
Keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara formal. Meskipun telah diterbikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, tetapi wadah formal yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja belum ada. Di masa lalu (1994) ada wadah yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja yaitu  Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN). MPKN dibentuk melalui Surat Keputusan Bersama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia tentang pembentukan Majelis Pendidikan Kejuruan dengan Nomor 0217/U/1994 dan 044/ SKEP/KU/VIII/94, tetapi sekarang Lembaga ini tidak aktif. Padahal Surat Keputusan Bersama tersebut juga belum dicabut. 
KE LIMA,
Pembalikan proporsi peserta didik SMA:SMK dari 70%:30% menjadi 30%:70% menuntut penyelenggaraan SMK yang mampu menjamin siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Penjaminan terhadap siswanya untuk memperoleh pekerjaan yang layak merupakan tugas tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Meskipun demikian, upaya-upaya untuk memastikan agar lulusan SMK segera memperoleh pekerjaan merupakan tugas penting SMK, baik melalui pembelajaran yang bermutu tinggi dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja maupun melalui program-program bimbingan dan konseling kejuruan yang dirancang dengan baik.
sumber : Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1