/jquery.min.js' type='text/javascript'/>

Monday 28 December 2015

Kelirumologi Kurikulum Indonesia

Wendie Razif Soetikno, S.Si., MDM KURIKULUM 2006 atau KURIKULUM 2013? itulah pengantar pertanyaan yang saya baca dalam tulisnnya mengenail Kelirumologi Kurikulum Indonesia, Beberapa kekeliruan yang mendasar : Pertama, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara harafiah berarti kurikulum tingkat sekolah sehingga sejalan dengan arti harafiahnya, kurikulum setiap sekolah akan berbeda sesuai dengan Visi dan Misi sekolah masing-masing.
Hal ini sudah lama dipraktekkan di Perguruan Tinggi dan di sekolah-sekolah internasional di Indonesia. Sama-sama belajar iptek dan terakreditasi A, tapi kurikulum ITB akan berbeda dengan kurikulum ITS sehingga masyarakat mempunyai alternatif pilihan untuk masa depan putra putrinya. Sama-sama sekolah internasional yang terakreditasi secara internasional, tetapi segera nampak bedanya antara Binus International School di Simpruk, Jakarta (yang menggunakan Kurikulum IB), dan Gandhi Memorial School di Kemayoran, Jakarta, (yang menggunakan Kurikulum Cambridge), bukan saja karena kurikulum masing-masing sekolah itu berbeda, tetapi yang lebih dapat ditonjolkan adalah sekolah-sekolah tersebut dapat menentukan ciri khasnya sendiri berdasar model kurikulum yang dipilihnya, sehingga Visi dan Misi dapat dirumuskan sesuai kondisi sekolahnya. Dalam perbedaan itu, selalu ada sesuatu hal yang sama sehingga dengan cepat kita dapat menyatakan bahwa suatu institusi termasuk dalam institut teknologi atau bukan, atau suatu lembaga dapat disebut SMA atau bukan. Sudah tentu tidak dilihat dari papan namanya, tapi dari benang merah persamaan dasariahnya. 
Kemampuan dasar tentang apa yang minimal harus dikuasai seorang siswa atau mahasiswa itu sama (dengan kata lain, Standar Pelayanan Minimalnya sama (SPM-nya sama), tetapi masing-masing sekolah atau perguruan tinggi mencari keunggulan lokalnya sendiri, yang akan menjadi ciri khasnya (brand image). SPM dalam bidang engineering di ITB dan ITS itu sama, tetapi masing-masing perguruan tinggi akan menonjolkan keunggulan lokalnya masing- masing. SPM Binus International School dan Gandhi Memorial School sama, yaitu penguasaan dasar-dasar pengetahuan (foundation) atau pemahaman ilmu-ilmu dasar, sebagai bekal agar siswa dapat mengikuti kuliah dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan akademik di perguruan tinggi, namun masing-masing sekolah akan unjuk keunggulan lokalnya yang menjadi ciri khas dan jati diri sekolahnya. Dengan kata lain, yang “dijual” oleh perguruan tinggi dan sekolah adalah kurikulum yang diusung dengan keunggulan lokal pada model evaluasinya (yang menentukan kualitas lulusannya), serta SDM yang mengampu kurikulum itu. Hal inilah yang membentuk budaya ilmiah di perguruan tinggi atau budaya pembelajar di sekolah. Budaya pembelajar sekolah Taman Siswa : ing ngarso sung tulodo (emong), ing madya mbangun karsa (among), tut wuri handayani (pamong), (di depan memberi teladan (tuntun), di tengah menyemangati (bimbing), dan memberi dorongan dari belakang (dukung), akan sangat berbeda dengan budaya pembelajar SMA Seminari St 
sumber : http://www.slideshare.net/flatburger/kelirumologi-kurikulum-indonesia